Selasa, 13 Mei 2014

Tata Wijaya (Part 2)




TATA WIJAYA
(2)
 


Dodit masih memainkan LKS IPAnya, dia memandangku dengan tatapan jayus. Aku medekatinya dengan tatapan lebih jayus. Pikirannya lagi-lagi sangat aneh.
*kenapa yah.. si tata kok kaya bisa tau perasaan gue gitu? Buktinya pas kemaren makan dia nebak-nebak kalo gue suka sama dia? Padahal gue ngomong aja belum.. lagian? Mendingan kita temenan aja sih.. kalo semisal pacaran juga nggak enak, kalo lagi berantem apalagi. Tapi ngomong-ngomong, sebenernya dia suka sama gue juga nggak sih? Tapi kan tampang gue pas-pasan. Pinter enggak. Sebenernya gue tuh kelebihannya apa sih?*
“bener tuh mendingan kita temenan aja” kataku akhirnya sambil menatap dodit dan tersenyum
“apa? Maksud lo apaan sih ta?” Tanya dodit sambil melangkah ke arahku dan memperhatikanku lebih dari biasanya. Dodit menatapku geram, pikirannya masih bisa ku baca. Antara gelisah dan galau. Aku hanya menahan tawa melihat tingkahnya yang sangat berbeda jauh dengan pikirannya.
“ya gitu.. kita lebih asik temenan dit. Lagian elo tuh udah gue anggep sabagai sahabat terbaik gue, jadi lo nggak usah kecewa begitu ya?”
“terserah lo aja lah. Nggak jelas banget lo jadi orang” katanya lalu memalingkan muka.
Dari sekian banyak manusia, ada beberapa orang yang nggak bisa aku baca pikirannya. Dan aku tidak memusingkan hal itu. Salah satunya guru IPSku. Entah bagaimana bisa, aku tidak menemukan pikirannya di pikiranku. Padahal, dari kelebihanku yang ini, aku bisa meraih juara satu berturut-turut karena aku tau bagaimana setiap guru berpikir. Ada salah satu guruku, namanya ibu Noni, setiap kali dia mengajar, pikirannya selalu buyar. Kasihan, banyak sekali masalah yang dihadapinya, jadi aku maklum kalau disering marah-marah, bukan karena tanpa alasan. Tetapi memang suasana hatinya yang tidak karuan.
Terkadang, aku merasa bahwa aku terlalu berhalusinasi akan hal ini. Tapi nyatanya, semua yang aku tebak benar dan tidak salah sedikitpun. Dan aku punya ayah. Hanya ayah. Ibuku sudah pulang ke rumah Tuhan sejak aku lahir didunia. Dan aku tahu, Tuhan sangat menyayanginya.
Ayah, walaupun aku bisa membaca pikiran orang lain, tapi tidak termasuk ayah dan guru IPSku pak Ilham. Mereka berdua sama sekali tidak terbaca pikirannya. Ayahku tidak pernah menikah lagi, setelah ibu pergi. Ayah sangat mencintai ibu. Dia sama sekali tidak akan lupa membicarakan kebaikan ibu walau hanya sehari.
aku adalah putri tunggal. Walaupun begitu aku tidak pernah merasa kesepian. Mba rista, pembantu dirumahku mengajak anaknya tinggal satu rumah. Anaknya bernama tina. Dia satu sekolah denganku. Sesekali aku membaca pikirannya ketika dia membantu mba rista menyiapkan makan malam untukku dan ayah. Tapi entah kenapa dia berpikiran ‘aneh’.
Aneh disini, dia seperti tidak menyukaiku. Dia selalu mengumpat namaku disetiap pikirannya. Tapi aku tidak pernah mempersalahkan hal itu. Dan disekolah ini aku tahu, bagaimana dia menceritakan dirinya sebagai saudara kandungku. Wajahnya memang cukup cantik. Tapi sayang pemikirannya seperti anak kecil. dan aku juga tidak mempermasalahkan hal itu.
Aku mendengar jejak langkah tina menuju kamarku, dan aku sudah bisa membaca pikirannya.
“ta?”
“masuk aja tin, kenapa?” aku selalu berpura-pura tidak tahu menahu apa yang akan dia tanyakan padaku. Padahal dengan sangat jelas, aku tau semua yang ada di otaknya. Dia akan menanyakan kegiatanku besok setelah pulang sekolah. Apakah ada eskul? Kalau iya, dia akan membawa teman-temannya kerumah dan meminjam kamarku.
“aku mau nanya ta, boleh nggak?”
“boleh, duduk aja disini” aku menepuk-nepuk kasurku. Tina berangsur berjalan dan duduk tepat di depanku. Lalu aku tersenyum.
“besok kamu ada ektra kulikuler nggak? Kalo ada nanti aku musti bawain makanan apa?”
“ada sih.. tapi aku nggak perlu makanan apa-apa kok tin. Nanti aku beli roti aja”
“oh oke..”
“aku pulang agak sorean kok, jam limaan” kataku akhirnya, aku menjawab begini karena aku mengijinkan tina memakai kamarku untuk teman-temannya. Walaupun pikirannya yang memang aneh, tapi aku tau tina anak yang baik. sepertiku, tina hanya punya mba rista. Dan mba rista juga tidak menikah lagi setelah suaminya menceraikannya beberapa tahun yang lalu.
“oh gitu..”
“masih ada lagi? Oya tina, besok mau berangkat bareng nggak? Apa andre mau jemput?”
“berangkat bareng?”
“iya.. kita kan satu rumah, sekolah kita sama. Nggak ada salahnya kan kalo kita berangkat ke sekolah bareng?”
“oh.. oke deh, nanti aku bilang sama andre biar nggak usah jemput”
“oke”
Tina bangkit dari kasurku dan beranjak pergi. Aku menghela nafasku. Aku baru saja membaca pikirannya lagi. Ternyata, dia dari dulu mengharap agar aku mengajaknya untuk berangkat sekolah bersama. Mungkin aku kurang perhatian kepadanya. Yang aku tau, setiap kali aku sudah sampai kelas, aku melihatnya bersama andre berangkat bersama. Dan aku tidak memikirkan hal itu dengan porsi yang banyak.
Aku melihat jam dinding. Ayah belum pulang, padahal sudah lewat dari jam Sembilan malam. Aku keluar kamar dan mencari mba rista. Aku melihat mba rista sedang mencuci piring di dapur. Lagi-lagi aku sudah bisa membaca pikiranya. Aku tau kalau dia lelah. Dan dia sedang bingung mebayar hutang milik mantan suaminya. Aku hanya menunduk setelah membaca pikirannya.
“mba rista..”
“iya non, kenapa? Apa non mau makan sesuatu?”
“nggak kok. Sudah malam, mba rista nggak istirahat aja? Piringnya kan bisa dicuci besok.. oya ayah belum pulang ya mba?” kataku dengan nada sehalus mungkin, aku hanya ingin bersikap sopan. Kata ayah, ibu adalah wanita tersopan yang pernah ia temui.
“oh iya, mba lupa non. Malem ini bapak nggak pulang, katanya ada urusan di luar kota, mendadak gitu non..”
“oh gitu.. oya mba, kalau ada apa-apa ngomong sama aku sama ayah ya mba., jangan malu-malu..”
“oh iya non.. tapi mba nggak papa kok”
“ya udah ya mba.. makasih, oya udah nyuci piringnya mba. Udah malem loh”
“iya non”
Aku berjalan menuju kamar. Ada lima juta? Banyak banget hutangnya.. biar nanti aku ngomong sama ayah buat bantuin mba rista. Kasian dia.
Pagi-pagi buta aku terbangun, aku berjalan malas menuju dapur. Perutku keroncongan, mba rista sudah memasak nasi goreng special. Aku langsung mengambil piring, ku lihat tina sudah berdandan rapi. Aku tertawa kecil dalam hati, aku baru tahu dia sangat senang akan berangkat bersamaku hari ini.
“tin? Kamu udah makan?”
“belum”
“makan sini bareng sama aku”
“hah?”
“iya sini duduk bareng aku. Mba rista udah makan belum?”
“waduh..mba nggak biasa makan sepagi ini non. Non saja duluan, tina nanti makan didapur aja non”
“didapur? Udah sini nggak papa tin. Duduk sama aku. Kita makan bareng yah”
Aku tersenyum memandangnya. Akhirnya ada juga pikiran positif tentangku diotaknya.
*ternyata si tata lumayan baik, nggak seperti anak-anak kaya yang lain*

To be continue eaaa



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips Menabung Emas (top rekomendasi Pegadaian Digital)

Hi, masih bingung bagaimana caranya untuk memulai menabung Emas? Berikut beberapa tips untuk kamu yang ingin memulai menabung Emas ya: ...