Rabu, 16 April 2014

Secangkir Rindu (Part 1)



SECANGKIR RINDU, UNTUK DIGA


*MY COUSIN DIGA
(part 1)


Aku masih terus mengomel pada mommy. Aku masih tidak mau menerima kenyataan bahwa mommy lagi lagi memasak sayuran brokoli yang sama sekali tidak aku sukai. Bentuknya yang aneh dan menggelikan itu membuatku ingin sekali muntah dan menjauhinya. Dan aku juga sangat kesal melihat diga dengan lahap memakan sayuran menggelikan itu. Aku menggerutu dan memaki diri sendiri, kenapa ada sayuran yang berbentuk aneh seperti itu.
Aku beranjak dari meja makan yang hampir semuanya makanan yang tidak aku sukai tapi sangat disukai oleh diga, sepupuku yang baru saja datang dari Surabaya. Well, dia itu anak paling bawel yang pernah aku kenal, sebagai cowok sehatusnya dia tau porsi bicaranya sangat melebihi porsi cewek seperti ku. Apalagi usia kita tidak terpaut jauh. Aku 16 tahun dan diga baru 18 tahun. Tapi lihat saja gayanya yang sok dewasa dengan rambut yang sebegitu dewasanya, apalagi tatapan mata yang masih menyebalkan seperti dulu pas dia membuatku menangis terus menerus setiap dia berkunjung ke Jakarta.
Iya aku paling sebal dengan sepupuku yang satu ini, tapi entah ada karma darimana dia diutuskan Tuhan untuk melanjutkan kuliahnya di Jakarta. Dan tanpa basa basi dia meminta izin orang tuanya untuk tinggal bersamaku, maksudnya bersama kami, daddy dan mommy. Sebenernya agak malas untuk menjelaskan bagaimana dia. Tapi begini adanya.
“lo mau kemana gin?”
“ngapain sih lo nanya-nanya, kaya wartawan aja” kataku judes dan manyun, berusaha untuk cepat-cepat pergi dari kamarku yang ternyata sedari tadi sudah menjadi tempat tongkrongan baru si diga
“mau gue anterin nggak?”
“nggak usah, lagian gue udah biasa pergi sendiri” kataku lagi dan mulai beranjak dari tempat dudukku semula, dan mengambil langkah cuek
“oya, tadi tante bilang sama gue, sekarang mobil lo gue yang pegang, lo kemana-mana harus gue yang nganterin, pak darto sekarang jadi supir pribadinya tante, khusus tante”
“maksud lo? Nggak mungkin lah, lo pasti bohong kan?” kataku tidak percaya dan melanjutkan langkahku menuju garasi mobil serta mengamati sekeliling mencari sosok pak darto yang hampir tiga tahun setia nganterin aku kemana-mana
“ngapain gin?”
“nyari pak darto lah, emang lo pikir kalo gue kesini nyari apa? Tikus?” kataku blak-blakan dan terus memanggil manggil nama pak darto
“dia kan lagi nganterin tante ke salon”
Sejak kapan mommy nyalon begini? Dia kan malas kalo duduk lama-lama di tempat begituan, dan kalau pun dia kesana biasanya dia kesana bareng temen-temennya, nggak mungkin mom tega ninggalin aku sendirian begini kan? Apa mungkin…
“malah bengong lo gin, ya udah bagus lah kalau emang lo nggak mau gue anterin, gue bisa berenang sore ini”
“aaaaaaaaaarggghhhh, kenapa Tuhan nyiptain manusia kaya elooo sih digaaa” teriakku tidak tertahankan, mataku masih melototinya seperti orang kesetanan. Apa-apaan ini? Sekarang mommy jadi aneh, masak aja sekarang jadi sayuran terus, udah tau anaknya sama sekali ngggak doyan sama sayuran. Sekarang pak darto, dia klaim sebagai supir pribadinya, dan kunci mobil aku di pegang si diga?
“gimana?”
“nggak usah anterin gue” kataku masih jutek dan berjalan masuk menuju kamar
“ya udah”
“tapi lo bawa mobilnya nggak ngebutkan?” kataku akhirnya, karna sudah menemukan jalan buntu yang memang tidak ada jalan lain selain di anterin diga yang menyebalkan itu. Gue masih inget dulu ada supir baru namanya pak hartana, dia bener bener gila bawa mobilnya, jantung gue seakan mau copot, dan dia nggak segan segan memaki sopir angkut, metromini dan yang lainnya, yang menurut dia salah. Coba bayangin??
“gue kalem bawa mobilnya kok gin, yang penting lo diem”
“terus lo tau nggak jalan ke senayan?” tanyaku lagi
“tau”
“beneran?”
“iya gina..gue tau”
“ya udah, sekarang anterin gue” kataku tanpa senyum
“oke, ini demi tante dan om”
“maksud loooo? Lo nggak ikhlas nganterin gue kesenayan? Hah??” kataku mengekor di belakangnya dengan runtutan makian terus menerus
aku baru tau si diga bawa mobilnya sekalem ini. Nyaman banget, nggak seperti yang aku bayangin sebelumnya, tuh si ari pacarnya anisa bawa mobilnya kaya di lapangan sirkuit, nyelip sana sini, nggak tau ada anak yang beneran mau mati dan kena serangan jantung, untung saja waktu itu aku bisa berfikir cepat buat minta turun dijalan dan dijemput sama pak darto.
“jadi lo ngambil jurusan apa sekarang dig?” Tanyaku sambil menatap serius ke muka nya, ada bayangan aneh di sana, matanya mirip sekali dengan om farid, papahnya si diga, yang baiknya nggak ketulungan, dan aku baru sadar bahwa alisnya.. alisnya bagus.
“Informatika”
“oh.. emang disurabaya nggak ada universitas yang jurusannya informatika ya? Sampe sampe lo minta kuliah disini?” kataku lagi sekaligus ingin menyindir…hellooooo lo tinggal dirumah gue dude….. dan lo sekarang pegang mobil gue..dapat fasilitas ini itu…….fak dat.
“ada, tapi menurut gue universitas dijakarta lebih bagus, itu juga kata papah”
“oh gituu.. kirain lo nggak diterima dimana-mana terus lo milih kuliah disini” kataku, jadi begitu.. om farid juga yang nyaranin, aku juga denger sih kalo om farid dulunya juga kuliah di tri sakti sama kaya diga sekarang
“bisa aja kamu gin”
Aku tersenyum menatapnya, ada banyak perubahan di dalam dirinya, aku masih inget banget waktu dia masih ingusan,aku benar-benar kelimpungan, lo percaya nggak? Baju sekolah aku, dia semprot pake baygon, buku PRku dicoret-coret, dan menyembunyikan salah satu sepatu favoritku.
 Aku duduk dengan tenang, ternyata diga cepat juga untuk menghafal jalanan di Jakarta yang sebegini rumitnya, pak darto aja terkadang masih nanya sama aku harus belok kanan apa kiri? Padahal aku juga buta jalan. Iya aku bener-bener buta jalan.
“lo mau ngapain kesini gin?”
“ketemu sama wiwin, temen gue” jawabku singkat
“wiwin? Kayanya pernah denger nama itu deh sebelumnya”
“oh yaaaa? Oya dig, emang mommy juga bilang kalau lo juga musti jalan bareng berdua sama gue kaya gini kemana pun, hah?” tanyaku, karna sedari tadi terus mengekor dibelakangku
“nggak”
“terus ngapain lo masih ngikutin gue kaya gini?”
“siapa yang ngikutin lo, gue mau ke solaria, lapar”
“ih, gue kan juga mau kesana dig, lo cari tempat lain kek” gerutuku
“enak aja, orang gue duluan yang mau kesana”
“hah?” jawabku singkat
Akhirnya aku ketemu sama wiwin, sahabat lamaku yang baru pulang dari singapur, kita terlihat aneh, aku satu meja dengan wiwin sedangkan diga memilih untuk memisahkan dirinya di meja yang lain. yang benar saja? Diga itu kan sepupuku, nggak baik juga aku bersikap kaya anak kecil begini.
“gin? Gimana lo suka sekolah disitu?”
“ya begitulah.. kalo lo gimana win? Lo pasti suka banget dong, singapur gituloh.. nggak ada macet-macetan kaya disini, nggak harus pagi-pagi bangun biar nggak telat, nggak musti ini itu yang aneh-aneh” kataku ngedumel, iya sekolahku terlalu banyak aturan, nggak boleh pake make up lah, nggak boleh pake rok yang mini lah, tetapi tetep aja banyak yang ngelanggar termasuk aku.
“hahahaha, bisa aja lo gin”
Percakapan sejam pun dimulai dari sekolah dan diakhiri dengan saling peluk memeluk, sore ini juga wiwin musti back ke Singapur, padahal aku masih kangen banget sama dia. Dia itu soulmateku yang takkan pernah terganti, dia yang selalu kasih aku contekan, dan selalu nemenin aku kemanapun aku pergi.
Setelah wiwin berpamitan dan diiringi langkahnya yang pasti, aku mulai mendekati meja diga, dan melihat dia yang sedari dari asik bermain dengan handpgone-nya, mungkin chatting dengan temennya, atau sahabatnya si Lukas atau juga..chatting sama pacarnya.
“ayo pulang” kataku singkat
“oh udahan gin? Wiwin mana? Kok udah ngilang sih?”
“iya dia udah pulang sepuluh menit yang lalu” jawabku dan ingin beranjak dari solaria
“gin, tunggu”
“kenapa dig? Lo udah selese makan kan?” tanyaku bingung
“udah, tapi gue lupa bawa dompet”
“whaaaatt? Lo bener bener yah, untung aja tadi lo nggak makan di restoran lain dig, malu-maluin lo, dasar pikun! pelupa! beda jauh sama om farid!” kataku sambil melangkah ke kasir
Akhirnya sampai juga dirumah, mommy belum juga pulang, apalagi daddy yang sibuknya melebihi presiden, sekarang dia lagi ada kerja di Balikpapan. Jarang dirumah begini, dengan malas aku beranjak menuju ruang keluarga dengan niat akan menonton dvd.
“lo mau kemana dig?” tanyaku curiga karena melihat dia setengah berlari menuju kamar yang sekarang dihuninya, kamarnya saja ada disamping kamarku. Bagaimana tidak curiga?
“gue mau ganti baju”
“oh..”
“kenapa, lo mau ikut ke kamar gue and liat gue ganti baju gin?”
Deg. Jantungku tiba-tiba berhenti, dirumah ini, iya rumah yang cukup besar ini, Cuma ada aku dan diga. Kalo terjadi apa-apa gimana? Kalo semisal dia tiba-tiba deketin aku gimana? Aaaaa astaga,ada apa denganku, diga itu kan sepupuku. Parno aja aku ini. sudahlah.
“nggak”
Dia tertawa begitu riangnya. Tertawa yang bersifat mengejek. Dan aku pun langsung memalingkan mukaku dengan cepat, muka yang sedari tadi memerah setelah mendengar kata-kata diga.

to be continue di *MATEMATIKA, MATILAH KAU! (part 2) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips Menabung Emas (top rekomendasi Pegadaian Digital)

Hi, masih bingung bagaimana caranya untuk memulai menabung Emas? Berikut beberapa tips untuk kamu yang ingin memulai menabung Emas ya: ...