SECANGKIR RINDU UNTUK DIGA
Di atas
awan
(Last Part,
12)
Diga masih
tersenyum memandangiku. Tapi aku terjatuh di tempat dudukku. Aku tidak bisa
bernafas normal. Kakiku sama sekali tidak bisa di ajak komproni, tiba-tiba dia
melumpuh begitu saja. Aku tidak bisa menghampiri diga. Walaupun jarak kita
sedekat ini, tapi bagiku terasa sangat jauh. Debar hatiku masih sama seperti
pertama kali diga memelukku.
Aku terdiam,
aku masih terus menangis. Aku melihat windy selesai membaca surat diga dan dia
memandangiku. Aku tau dia bingung, apalagi aku yang mengalaminya sendiri. aku
juga bingung. Bahkan setengah mati aku berusaha untuk mengingat semua.
Pesawat terus
melaju. Aku harap diga mengetahui posisiku sekarang. Sungguh, saat ini aku
belum ingin berbicara apapun dengannya. Aku mengambil handphoneku dan menghidupkannya.
Aku membuka sms dari diga. “aku mencintaimu”
Aku tambah
menangis, dan windy memberiku tisu. Aku memandangnya. Dia tersenyum.
“aku sayang
sama diga win.. aku sayang banget..”
“iya aku tau
gin..”
“aku nggak
tau harus gimana sekarang, kamu tau sendiri kan? Aku bahkan sedarah dengannya..”
“sudahlah
gin..”
“kamu nggak
tau apa yang aku rasain sekarang kan..”
“iya aku
mungkin nggak tau, aku bahkan tidak pernah berada dalam posisi kamu saat ini..
tapi..”
“tapi apa…”
“kalau kamu
beneran sayang sama diga. Kembalilah gin, sebelum terlambat. Aku yakin semuanya
akan baik-baik saja..”
“kamu nggak
malu gin punya temen kaya aku?”
“malu
kenapa?”
“aku pacaran
sama kaka sepupuku sendiri win… kami saudara. Kami sedarah”
“cukup gin”
“kamu nggak
tau…”
Aku menangis
lagi, kali ini lebih merendah. Aku melihat windy pergi. Saat ku buka mataku
kembali, windy telah berganti posisi dengan diga. Aku terdiam, menatapnya
dengan sendu.
“maafin aku
gin..”
Aku masih
terdiam memandanginya. Entah aku tidak tau lagi harus bersikap bagaimana dengan
diga. Sedangkan perasaanku seperti sedang di permainkan. Bahkan dewa amor lebih
mementingkan cintanya yang terus bersemi-semi tanpa memperdulikan status yang
aku sandang.
“gina..”
Aku terus
terdiam, aku sama sekali tidak ingin menjawab pertanyaan diga. Tangannya kini
menggenggam tanganku. Dan entah apa yang aku rasakan. Aku benar-benar tidak
tahu.
“aku sudah
lama.. mencari kamu.. tante jahat gin, dia sama sekali nggak kasih aku
keberadaan kamu. Om juga.. padahal aku memohon sambil ya… menangis. Aku tau itu
memalukan, tapi maafin aku gin.. aku sudah berbicara sama om dan tante bahkan
sama mama papa, kalau aku bener-bener sayang sama kamu.. dan mereka mencegah
aku buat cari kamu..”
Aku menatapnya
dalam. Apa diga sudah gila? Dia memberitahu keluarga kalau aku dan dia?
“maaf..
sekali lagi aku minta maaf”
“aku sayang
sama kamu..” kataku akhirnya
“aku juga
gin, aku sayang banget sama kamu.. aku ebner-bener sayaaang banget sama kamu..”
Entahlah apa
yang aku ucapkan. Itu muncul dari hati. Pikiranku kemana-mana. Selama ini mom
and dad tau keadaannya bagaimana. Tapi mom tidak pernah menyinggung itu. Padahal
dia sering mengunjungiku disini. Dia menelponku setiap hari. Kepalaku terasa
mau pecah mendengar itu semua. Sebentar lagi aku akan bertemu mereka, entah
makian apa yang akan aku dapat. Dan bahkan sekarang aku pulang dengan diga.
“jangan
khawatir gina”
“untuk apa?”
“jangan
takut, kalau sudah sampai Jakarta. Aku nggak bakalan ganggu kamu lagi. Jadi tante
sama om juga nggak bakalan marah sama kamu”
“maksud kamu?”
“aku bakalan
pergi..”
“kemana?”
“entahlah..”
“kamu tega?”
“maksud
kamu?”
“kamu tega
ninggalin aku untuk yang kedua kalinya dig..?”
Diga terdiam.
Dia menatapku dan aku menatapnya. Aku ingin sekali menjerit dan bertanya kepada
Tuhan kenapa aku ada di lingkaran seperti ini. Aku ingin mengubah statusku. Aku
ingin dilahirkan bukan untuk menjadi keluarga diga. Aku ingin terlahir bebas. Aku
ingin bebas mencintai diga. Aku ingin bersama diga.
“nggak. Aku nggak
bakalan ninggalin kamu lagi gin”
Aku tersenyum
mendengar ucapannya. Cukup. Tolong Tuhan jangan teruskan ini semua. Aku tidak
ingin tahu lebih banyak lagi. Tangan diga lebih erat menggenggam tanganku. Lima
belas menit lagi aku akan menginjakkan kakiku di Jakarta, akan bertemu dengan
mom.
“diga..”
“iya?”
“janji ya? Jangan
pergi lagi. Jangan suka sama cewek lain lagi. Jangan buat aku nangis lagi. Jangan
bikin aku takut lagi. Jangan…”
“aku janji”
Hatiku menenang.
Rasanya begitu lega walaupun sebentar lagi mungkin hatiku akan rontok mendengar
makian mom. Aku tau ini salah besar. Aku sangat tahu. Tapi bagaimanapun.. aku
tidak akan berlari lagi seperti dulu. Aku akan menghadapinya. Biarkan Tuhan
saja dan takdir yang memisahkan aku dan diga.
________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Hari ini aku
wisuda. Aku sangat bahagia. Mom and dad datang ke singapur begitu juga tante
dan om farid. Dan diga? Pasti. Dia sudah duduk manis di singapur sejak seminggu
yang lalu sebelum akhirnya aku lulus sidang.
Ada banyak
keajaiban yang terjadi di antara aku dan diga. Entah bagaimana akhirnya, mom,
dad, tante, dan om farid tersenyum melihat kami. Entahlah. Aku juga tidak tahu
akan bagaimana selanjutnya kisah ini.. akankah Tuhan merestui? Atau Tuhan
berkata lain.. yang terpenting sekarang, aku tulus mencintai diga. Diga tulus
mencintaiku. Dan biarkan Tuhan yang menjawab bagaimana selanjutnya. Terima kasih
untuk semua kesempatan yang pernah aku miliki Tuhan. Terima kasih.
_____________________
The End __________________________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar