SECANGKIR RINDU UNTUK DIGA
AKU SAKIT
HATI
(part 7)
Diga
benar-benar keterlaluan. Dia sama sekali tidak pernah memperhatikanku. Aku
harap mencintai diga hanyalah sandiwara. Aku makin memaki diriku sendiri. aku
ingin mengulang lagi waktu dimana aku sangat membenci diga, seperti pertama
kali kita bertemu. Aku ingin membentaknya, aku ingin mencacinya. Tapi kenapa? Tiba-tiba
rasa gila itu datang. Rasa yang tiba-tiba menjadi sayang, menjadi cemburu,
menjadi cinta.
Sudah
banyak masalah yang aku dan diga hadapi berdua. Tapi untuk kali ini berbeda.
Aku sendirian yang menghadapinya. Sedangkan diga pergi begitu saja. Bahkan dia
pergi dengan masalah itu sendiri. Aku semakin menyalahkan perasaanku. Apa ini sudah
berakhir?
Tiga
hari lagi, aku akan pindah ke singapur. Aku bahkan sudah mengemas
barang-barangku. Hampir setiap hari ini aku menangis kalau mengingat diga,
status aku dan diga, cintaku terhadap diga, dan wanita bernama Karin. Aku
hampir ingin mati kalau mengingat itu semua. Dosa apa yang pernah aku buat
sampai Tuhan menghukumku seperti ini?
Hari
ini diga mengajakku makan sushi. Dan aku menyetujuinya, bahkan dia lagi-lagi
harus membawa Karin. Iya aku tau, kalau Karin memperpanjang cuti kuliahnya dan
tinggal di Jakarta bersama ibunya. Aku agak malas. Tapi entahlah.. bukankah ini
hari-hari terakhirku bersama diga? Bahkan diga belum mengetahui kalau aku akan
pindah kuliah.
“hai
sayang..” sapa diga dengan senyuman
“hai..”
“kamu
cantik banget hari ini?” pujinya
“Cuma
hari ini ya? Kemarin enggak? Oh iya aku hampir lupa. Kan Karin lebih cantik
dari aku”
“kamu
kenapa sih? Setiap kali aku ngomong, aku selalu salah. Kamu bawa-bawa Karin
terus.”
“aku
bawa-bawa Karin terus? Bukannya kebalik? Hah?”
“aku
nggak pernah bawa-bawa dia”
“kita
makan sushi aja, musti jemput Karin dulu kan?”
“nggak”
“jawab
aja iya. Susah banget sih”
“gina?”
“apa”
“aku
harus gimana sekarang?”
“nggak
musti gimana-gimana”
“maaf..”
“kita
mau kemana? Kok belok?”
“Karin
pindah apartement. Dia sekarang di one park residence”
“oh”
“iya..”
“kamu
nggak bisa ya sehari aja nggak ngajak Karin?”
“tapi
gin..”
“apa?”
“aku
nggak bisa, apalagi papah aku udah..”
“aku
mau turun” (kamu mau pilih siapa?)
“turun?”
“iya,
aku mau turun disini sekarang” (kamu
harus pilih sekarang, aku atau Karin?)
_____________________________________________________________________
Aku
membelalak melihat diga meneruskan perjalanannya menuju apartemen Karin. Aku
menyesal, sungguh aku sangat menyesal. Air mataku mengalir lebih deras. Bahkan
hujan badaipun kalah. Aku masih tidak percaya, bahwa sekarang diga lebih
memilih Karin daripada aku. Aku benar-benar tidak tau bagaimana jalan
pikirannya.
Rasanya
aku ingin mati saja. Sungguh demi apapun, aku sangat mencintai diga. Tapi entah
dengannya. Diga seperti monster sekarang, dia berlaku seakan aku bukan
siapa-siapa. Apakah benar dari dulu dia hanya menganggapku sebagai adik
sepupunya?
Apa
dia tidak mengingat sedikitpun tentang semuanya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar