Pagi tak
secepat malam, dagu masih membisu pelu. Tak lagi ku hiraukan ucapan pedih yang
menyayat hati. Cinta pertamaku, yang begitu runtuh digerus waktu. Seakan
malaikat tahu akan arti kata-kata yang terlontar pelan tapi menyakitkan. Lagi,
ku dengar ia berlari berhambur kesisi yang lain, sedangkan aku saja masih
terkurung sepi di dini hari.
Rintik hujan
kini mengingatkan aku dengan satu rindu yang entah siapa yang memiliki,
tiba-tiba bayangmu memutar-mutar di benakku yang kelu. Maka aku mohon ijinkan
aku membahagiakan entah siapa yang berduduk sangat tinggi di hati nan kalbuku.
Beribu-ribu
alasan yang aku buat untuk tidak menemuimu beberapa hari ini, rasanya aku ingin
mati saja. Setelah telinga mendengar semua cerita yang tak pernah aku harapkan.
Kau, yang ku percayai baru saja mengkhianati. Bukan kah itu suatu yang harus ku
hindari?
Aku masih
membohongi diriku sendiri, aku tidak pernah akan merasakan keterlukaan karena untukku
cinta itu adalah kebahagiaan. Tapi ini? Mungkin kita bertemu diwaktu yang
salah, ataukah?
Aku melihatmu
tersenyum manis waktu itu diantara ratusan siswa baru. Aku tepat duduk dua
baris didepanmu. Lalu tiba-tiba mata kita saling berpapasan, aku hanya datar
memandang wajahmu, tidak ku sangka itu adalah awal pertama kali kita
berkenalan.
‘hai’
sapamu diawal perbincangan kita. Kita bertukar nomer telepon. Tak lama, kita
sudah menjadi akrab, bahkan mungkin itu adalah permulaanku jatuh cinta..
Hari-hariku
bersamamu menjadi lebih bahagia, aku sungguh menyukai semua yang ada pada
dirimu. Aku menunggumu pulang, dan kamu menungguku pulang. Aktivitas sekecil
itupun sudah membuatku senang. Pernah suatu kali, aku terjebak hujan yang begitu
lebat, tiba-tiba kamu datang dengan payung biru lalu mengajakku pulang.
Aku lupa
hari apa, kita sedang berkemah bersama teman-teman, aku tahu kau sama sekali
tidak kuat dengan udara dingin, tapi kamu memaksakannya. Aku membawakanmu
selimut tebal dan sebotol minyak kayu putih. Aku tidak mau kau sakit.
Kau memberi
semangat kepadaku dikala aku sedang resah, membuatku tertawa ketika tangis
tengah menghampiri. Kau selalu begitu. Kita merayakan ulang tahun bersama, kita
melewati masa-masa yang begitu indah, sampai aku tak lupa bagaimana bentuk
bibirmu ketika tersenyum.
Hari berganti
hari, kita pun menjalin kasih sayang yang mengalir apa adanya. Aku mulai jatuh
hati, bahkan sangat dalam sampai aku takut dengan kata kehilangan.
Tapi hari
itu datang juga, hari dimana kamu tiba-tiba mengatakan padaku bahwa kamu
mencintai gadis lain, dan kamu tidak bisa berbohong. Bahkan, aku sudah memohon
padamu untuk tetap tidak mengatakan apapun tentangnya. Tapi.. mungkin aku sudah
tidak didengarmu, yang kau ucapkan hanyalah ilusi di masa lalu. Dan yang ku
hadapi sekarang adalah kenyataan hati.
Kau mulai
memujinya didepanku, kau mulai membandingkannya denganku, kau mulai jatuh hati
dengannya. Ingin ku lepas semua, tapi kau tidak ingin. Kau bilang bahwa aku
adalah yang pertama dan utama. Tapi apakah kamu tahu? Bagaimana rasanya di
duakan? Ditigakan? Bahkan lebih?
Kau bilang,
aku tidak akan pernah bisa membencimu karena aku mencintaimu. Yah, itu memang
terjadi padaku berbulan-bulan setelah aku memutuskan untuk pergi saja. Karena jika
aku tetap tinggal, hati ini terasa sakit tak terkira. Bagaimana bisa? Kau bergandengan
tangan dengannya di depan mataku? Padahal dahulu tanganku juga kau genggam.
Bagaimana
bisa kamu merangkulnya didepanku? aku yang dulunya pernah kau begitukan juga? Bagaimana
bisa kamu tidak menelponku sama sekali, padahal dahulu kau hampir menelponku
satu jam sekali. Bagaimana bisa? Rasa yang cinta yang sedang indah-indahnya kau
hilangkan bergitu saja.
Lalu untuk
apa? Aku bertemu lagi denganmu? Sedangkan hati ini sudah.. kau khianati..
Jemariku,
Ms. Kuroichy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar