Shut Up!
Chapter 1.
Mungkin
papa adalah pria terburuk yang pernah ku kenal. Apalagi yang dia pikirkan? Kali
ini benar-benar di luar dugaanku. Setelah aku dicampakkan dikampus, aku harus
memasuki dunia kerja juga. Yang benar saja? Apa yang sebenernya papa mau?
Arrgh!
“mulai
besok kamu loh ya disana”
“yang
bener aja pap?” aku terus memandangi papa dengan tatapan sirik
“iya.
Papa nggak bercanda ya ra.”
“tapi
pap? Tara kan cewek? Yang bener aja? Kalo ketahuan gimana? Kenapa nggak david
aja sih yang musti kerja.. kenapa musti tara?”
“kamu
nggak usah banyak nanya. Kamu lakuin aja yang harus kamu lakuin tara.”
“kuliah
tara gimana pap? Masa aku harus bagi waktu sebegitunya sih?”
“kuliah
kamu kan bisa online juga tara, kamu juga bisa masuk malem”
“ya
udahlah”
“jangan
lupa besok kamu harus dateng kerja. Jangan telat!”
“tara
udah jadi karyawan?”
“belum.
Kamu daftar aja dulu”
Aku
berjalan menuju kamarku. Papa tuh nggak pernah ngeliat aku sebagai cewek kali
ya? Terserahlah. Tapi dipikir-pikir cara papa keren juga ya. Buat tau siapa
yang bener dan siapa yang sok berkuasa memang harus dimulai level yang paling
bawah.
==========è
Daftar Kerja di perusahaan
“selamat pagi, siapa namanya?”
“tara pak, tara gunaw.. maksud
saya tara trika”
“tara trika? Oke tara, kamu sudah
lulus psikotes. Sekarang saya mau interview kamu ya?”
“iya pak, siap”
“kamu umur berapa sekarang?”
“18 tahun pak”
“baru lulus SMA ya?”
“nggak pak, saya udah D3”
“D3 umur 18 tahun?”
“oh.. nggak maksud saya, saya
baru lulus SMA. Iya gitu..hehehe”
“kamu ini kenapa sih?”
“maaf pak”
“ya sudah. Kamu punya kemampuan
apa aja? Kamu bisa akuntansi kan?”
“bisa pak”
“bisa isi surat pajak?”
“bisa pak”
“bisa ms. Excel? Pivot?
Spreadsheet?”
“bisa pak.”
======================è
Diterima kerja, dua hari lagi aktif sebagai karyawan baru
Tugas
kuliahku menggila, tapi aku masih bisa mengendalikan semuanya dengan baik.
bagiku itu terlalu mudah. Setelah mendaftar diperusahaan papa, perasaan aku
menjadi lebih aneh. Apalagi papa sama sekali tidak menyapaku di kantor siang
tadi, padahal jelas-jelas aku ini ada di samping ruangannya saat interview.
Memakai nama belakang papa aja nggak boleh, untung aja aku ini nggak keceplosan
walaupun hampir. Udah gitu, aku juga nggak boleh buka biodata aku yang
sebenernya.. aku bahkan dikira anak lulusan SMA. Padahal aku baru wisudahan D3
di swiss. Yang bener aja?
“gimana
interviewnya tar?”
“gimana
apanya? Ya aku diterima lah. Eh vid, kamu ngerasa papa aneh nggak sih?”
“nggak.
Emang kenapa?”
“dari
dulu kita kan selalu digituin sama papa ya? Papa bahkan nggak mau ngakuin kita
berdua pas di smp dulu. Padahal sekolah itu kan punya papa”
“ra,
kamu kan udah tau sifat papa tuh gimana”
“iya
sih. Kamu! Aku baru pulang dari swiss kamu masih panggil aku tanpa sebutan
kaka? Hah?”
“ngapain
sih? Lagian kamu tuh lebih pendek dari aku!”
“hih
dasar gila!”
Kenalin
dia david. Adek kandung aku. Namanya david gunawan sama seperti namaku, Tara
Gunawan. Dia kuliah di Jogja jurusan seni. Umurnya 17 tahun, beda satu tahun
satu bulan denganku. Sejak kecil dia suka menggambar, dan sekarang dia pintar
melukis. Bahkan ada beberapa lukisannya yang ditawar pake harga mati sama orang
bule bulan lalu. Walaupun dia agak judes, tapi sebenarnya dia adek yang baik.
Papa
punya dua perusahaan, tiga sekolah dan beberapa toko dibeberapa kota. Papa
orang super sibuk. Tapi papa tidak pernah sekalipun lupa untuk menelpon aku dan
david setiap hari. Sedangkan mama adalah seorang dokter anak. Beliau sering
menginap di rumah sakit, mama terlalu sayang sama anak-anak yang sakit. Jadi
kalo aku atau david kangen sama mama, kita harus sakit dulu, baru mama akan
super perhatian terhadap kami.
Kehidupan
kita dibilang seperti disinetron. Papa tidak pernah mau mengakui aku dan david
sebagai anaknya didepan umum. Beliau selalu mengatakan ke semua orang bahwa
anaknya sedang kuliah di luar negri. Dan kali ini, aku adalah salah satu
tumbalnya untuk menyamar sebagai karyawan baru diperusahaan papa. Kata dia, aku
harus bisa membuat diriku sendiri naik jabatan. Bukan karena aku ini adalah
anaknya.
“hallo
ma..?”
“iya
sayang.. kenapa? Kamu lagi ngapain? udah makan? Minum air putihnya udah berapa
gelas sayang?”
“e
buset dah”
“kamu
ya, sama mama sendiri busat buset”
“sorry…
mama, kapan pulang?
“haduh
gimana ya.. kemaren ada anak namanya lili, dia kasian banget.. baru lima tahun
udah kena leukemia loh..”
“hmm..”
“kayaknya
mama belum bisa pulang..”
“kemaren
ada joni anak kena kanker, bulan lalu ada tika yang kena liver. Sekarang lili
kena leukemia. Ntar lama-lama tara kena serangan jantung”
“heh!
Kamu nggak boleh ngomong gitu dong tara. Kamu mau disuntik? Pake infus? Hah?”
“aaaaaa
nggak mau. Ya udahlah. Oya, david flu tuh ma dari kemarin. Coba telfon dia”
“hah
flu? Tuh anak pasti ujan-ujanan lagi deh.”
Aku
menutup telfonnya sebelum mama mengomel karena aku tidak menjaga david dengan
baik. padahal david juga sudah dewasa, dia pasti bisa menjaga kualitas
kehidupannya dengan baik. lagian soal flu itu, aku Cuma bohong sama mama. Biar
dia telfon si david, kasian kan david lagi galau mikirin renita, mantan
pacarnya yang bentar lagi mau merit dengan manusia yang udah dijodohin sama dia
dari kecil. lagian tuh bocah baru umur 17 tahun pacarannya sama tante tante
umur 25 tahun. Rasain aja tuh ditinggal merit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar