* Kutipan Jendela
Aku masih belum bisa melupakanmu
sampai sekarang. Dari kamu memutuskan untuk berpisah denganku dan memilih
dengannya. Ini sudah hampir delapan tahun setelah itu. Setelah sekolah kita
tidak sama lagi. Aku masih rajin melihat profilmu dilayanan media social, tapi nampaknya
kamu jarang memakainya.
Aku sudah tinggal dirumahku sendiri setahun
ini. Aku memilih menempati rumah yang cukup sepi dan masih bersifat pedesaan,
untukku ini adalah suatu kebanggaan sendiri. aku masih bisa melihat pemandangan
alami, ada danau yang cukup indah juga di dekat sini. Penduduknya ramah dan
murah senyum. Aku mengunjungi rumah ibu dan bapakku sebulan sekali. Umurku menginjak
25 tahun bulan depan. Tapi aku masih saja menunggumu sama seperti delapan tahun
yang lalu.
Ibu masih menanyakan kapan aku akan
menikah, tapi aku hanya tersenyum. Beliau mungkin ingin melihatku bahagia
sempurna. Aku sudah mencapai semua keinginanku dengan usahaku sendiri, tapi
untuk yang satu ini.. aku memang butuh kepastian dari orang lain. Aku masih setia
menunggu, bahkan selama tiga tahun ini aku tidak pernah membuat hatiku sakit dengan
mempunyai cinta dengan lelaki lain selain kamu.
Aku masih mengingat akan ucapanmu,
untuk tetap menunggumu apapun yang terjadi.. dan kamu akan menjemputku ketika
umurku sudah 25 tahun, itu artinya aku harus menunggu delapan tahun setelah
kamu mengucapkannya kepadaku waktu itu. Waktu dimana aku sangat mencintaimu dan
kamu mencintaiku. Aku masih mengingat ucapan itu, aku masih berharap akan
ucapan konyol anak yang berumur 18 tahun. Tapi entah bagaimana, kamu menjadi
berubah setelah mengenal sahabatku alisya.
Sekarang, aku menggenggam erat
undangan pernikahanmu. Dan yang tertulis disitu bukan namaku, tetapi nama orang
lain, bukan juga alisya. Aku melihat diriku semakin bodoh. Mana mungkin selama
delapan tahun aku bersikap seakan aku sudah dimiliki kamu seutuhnya dan
membiarkan diriku melalui semua rintangan sendiri tanpa ada semangat dari orang
yang mungkin bisa disebut ‘spesial’.
“anggi, rumah kamu bagus yah?, oya
kenalin ini anita. calon istriku. cantik kan?”
“iya cantik.. bagaimana kabarmu
rez? Sudah lama kita tidak berjumpa..”
“aku baik. kamu bagaimana?”
“aku juga baik..”
“oya aku dan anita kesini buat
ngundang kamu dipernikahan kita nanti.. jangan lupa dateng ya?
“iya rez.. oya kamu sama anita
ketemu dimana? tempat kerja ya?”
“iya nggi, aku rasa aku beruntung
banget bisa ketemu sama anita..”
“iya..kamu beruntung rez..”
“oya.. kata tante, kamu masih
jomblo ya nggi? Inget umurrr nggi..cepetan nyusul kita yaa..”
“hah? Iya rez.. nanti aku nyusul..”
“ya udah, makasih ya buat teh manis
sama brownisnya..?”
“iya sama-sama..”
Aku melambung jauh dan terjatuh,
rasanya sakit sekali. Aku menangis sekeras-kerasnya setelah kamu dan anitamu
pergi. Dan hanya undangan kalian yang tertinggal. Mimpi, kata-kata, semua yang
terucap tak mungkin bisa ditarik lagi, bukan?
Selamat menikah Reza Pangestu,
semoga Tuhan selalu memberkatimu. Inilah doaku yang selalu aku ucapkan dari
delapan tahun yang lalu. Waktu dimana ada cinta di antara kita. Terima kasih
telah menemani waktu lajangku selama ini dengan bayangmu yang tidak pernah
nyata.
Selamat ulang tahun yang ke – 25 Anggi
Winasti. Saatnya mencoba membuka diri dan hati untuk orang lain selain lelaki
yang telah lama ditunggu kehadirannya tapi hadir dikehidupan wanita lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar