SECANGKIR RINDU, UNTUK DIGA
MATEMATIKA,
MATILAH KAU!!
(part 2)
Aku ingin mati saja setelah melihat, meraba
dan memelototi hasil ulangan matematikaku. Yang benar saja? Aku sudah belajar
mati-matian dan bersungguh-sungguh mengerjakan semua soal ibu Rilia kemaren. Dan
hasilnya? Hampir tujuh puluh persen tanda silang memakai bolpoin merah tertera dikertas ulanganku. Nafasku
terengah-engah melihatnya. Badanku serasa lemas, dan bibirku diam sepuluh ribu
bahasa. Bagaimana caranya aku ngomong sama mommy soal ini?
“ginnnnnaaa…..”
Langkah kakiku yang semula
terhuyung-huyung menjadi berhenti sejenak. Aku mendengar teriakan mommy,
padahal aku belum sempat memberitahu dia tentang nilai matematikaku yang sangat
membuatku frustasi setengah hati. Iya setengah hati. Tapi mommy kan nggak
terlalu bodoh? Mungkin ibu rilia sudah menelponnya dan memaki diriku didepan
mommy.
“iya mom..” suaraku serak, dan mukaku
memelas menatap mommy.
“gin, mana diga? Seharian dia nggak
kelihatan sama sekali?”
“diga? Mommy gimana sih! Anaknya
sendiri pulang yang ditanyain malah anak orang lain! Mommy sekarang udah nggak
mau perhatian sama gina? mommy jahat!” kataku nyerocos setelah mendengar nama
DIGA. Untuk kesekian kalinya mommy mencari diga disaat anak satu-satunya masuk ke rumah karena baru pulang sekolah. Dan itu sangat membuatku ingin
memaki-maki diga dan mengusirnya dari sini.
“udah deh, nggak usah sok ngambek
gitu, mana si diga sih? Cari dia cepetan gin. Mom mau ngajakin dia lunch
sekalian sama daddy, daddy kan baru pulang dari Balikpapan”
“oh my God mom…”
Aku mematung, sedangkan mom berjalan
mondar-mandir mencari diga. Lagian kemana sih tuh anak? Ngrepotin aku aja. Kenapa
sih mau lunch aja bawa-bawa si diga. Apa mutunya coba dia? Yang ada billnya
malah tambah bengkak? Iya kan? Arghhr.
Setelah satu jam muter-muter nyariin
si cecunguk diga, dan akhirnya dad nelpon mom, katanya dad udah nunggu diresto,
mom malah bingung, dia bingung kenapa? Iya cuma gara gara diga nggak ada. Nggak
mungkin kan kalau diga diculik? Mana ada penculik yang mau nyulik dia coba?
“ayo gin, kita nemuin daddy sekarang,
kamu nggak usah ganti baju”
“loh? Tapi kan mom, ini baju osis,
malu lah, gina ganti baju sebentar mom” kataku melesat, tapi tangan mom lebih
cepat menarik tanganku dan berhasil menggiringku ke dalam mobil
Aku menggerutu dan terdiam, ingin
sekali marah tapi tiba-tiba aku mengingat lagi nilai matematikaku yang
terkutuk. Berarti mom belum tau tentang nilaiku. Hmm, sekarang aku harus
memikirkan alasan yang tepat kenapa nilaiku bisa separah itu. Apa yah?
..mungkin.. mom waktu itu kepalaku sangat pusing, aku benar-benar khilaf?...
..atau mungkin? Aku sebenernya bisa mom, tapi bolpoinnya
abis.
haaaah nggak mungkin. Alasan macam apa
kaya gitu. Aduh aku musti pikir cepat, nanti kalau lagi makan ibu rilia
tiba-tiba nelpon? Ngomong sama mom didepan dad? Bisa mati aku.
Setelah hampir lima belas menit
diperjalanan dan syukurnya tidak terlalu macet. Mom tiba-tiba memandang ke
arahku aneh.
“gina”
“iya mom”
“besok kamu berangkat sekolahnya di
anterin diga yah?
“loh? Emangnya pak darto besok mau
kemana?”
“nggak kemana-mana, nggak apa apalah
sekali-kali nyuruh dia duduk santai dirumah kan nggak apa apa. Pak darto kan
udah tua gin.. liat deh, rambutnya sebagian udah putih”
Iya juga kata mom, kok aku nggak
seperhatian itu yah? Padahal pak darto selalu perhatian sama aku. Selalu siap
sedia kemanapun aku pergi. Selalu terima kalau terkadang aku marah-marah nggak
jelas. Padahal kan itu bukan salah pak darto. Aku lagi kesel aja sama temen
sekelas, apalagi si mira tuh, udah jelek nyebelin lagi! Ih.
“kenapa nggak daddy aja yang
nganterin?”
“apa? Gina, daddy kan sibuk.. masa iya
nganterin sekolah aja harus daddy. Diga kan kuliahnya agak siang juga besok.
Terus pulangnya biar nanti mom ngomong sama diga biar bisa jemput kamu juga”
“jemput? Nggak usah mom, nanti aku
bisa minta di anterin nella.”
“oh ya udah”
Akhirnya selesei juga makan siang sama
dad and mom and diga. Iya diga. Ternyata dia udah sama dad dari dad nelpon mom.
Ini sama sekali nggak bisa aku bayangin, alasan dia nggak bisa dihubungin juga
klasik. Baterei low.
Malam ini, aku berniat ingin ngomong
sama mom and dad tentang hasil ulanganku. Daripada nantinya aku nggak bisa
tidur semalaman. Tapi rasanya seperti akan ada bom yang meledak, aku harus
pasang wajah yang sangat memelas.
“mom..”
“iya honey, bunny, sweety…”
“nilai ulanganku…maksudku nilai
ulangan matematikaku…”
“merah?”
“.i..iya mom” aku langsung menggunakan
jurus memelasku.
“iya mom udah tau, dad juga udah tau.
Dan kita sepakat, setiap malem diga lah yang akan ngajarin kamu. Semua
pelajaran dan kamu gina, mom nggak mau tau kamu harus nurut sama diga”
“apa? Mom sama dad bercanda kan?”
“nggak gina, kami sudah mensurvei
semua nilai ijazah diga dan hasilnya sangat memuaskan, apalagi tadi siang dad
udah nelpon sama farid kalau memang diga itu anaknya pinter”
“tapi mom…”
“dan diga juga udah setuju, mulai malam
ini setiap jam 7 sampai jam 9 malem, kamu harus belajar”
Aku hampir menelan pensil yang aku
pegang daritadi. Aku berjalan terhuyung menuju kamar. Aku nggak tahu apa yang
ada dalam pikiran mom. Semuanyaaaaa serba diga. Entah sekarang mungkin aku ini
adalah anak tirinya.
“gin, ayo belajar”
“emang lo pikir kalau mom ngomong kaya
gitu, gue bakalan mau belajar sama lo? Hah?”
“yee.. kalo nggak mau ya udah. Gue
juga males ngajarin lo. Lagian lo kok bego banget sih, matematika bisa dapet
30”
“diem lo!”
Aku menatapnya dingin, aku ingin sekali
mebekapnya kali ini. Aku kira dia sudah berubah tapi ternyata.. sekarang dia
lebih parah, dia menarik semua perhatian keluargaku. Mom and dad. Semuanya
perhatiin diga diga dan diga. Sekarang aku harus nurut sama diga? Manusia mana
yang mau di siksa begini!
“minggir lo! Ngapain berdiri depan
pintu kamar gue!”
“tanteeeeee, gina nggak mau belajar
tuuuh”
Teriakkan diga menyayat hatiku. Diga bener-bener
membuatku stress!
“nggak mom, diga bohong! Orang aku mau
belajar kok, dia aja yang berdiri terus didepan pintu kamar ku”
“ya udah tante, sekarang aku udah mau
ngajarin gina blajar kok, nih sekarang gina udah ngijinin aku masuk ke kamarnya”
“apa lo bilang?” tanyaku dengan suara
kecil
Daripada amukan mom berkobar, mending
aku nurut aja sama omongan diga, yang benar saja? Dia akan masuk kekamarku
setiap malam sekarang. Dan aku akan di dekat dia dari jam 7 sampe jam 9 malem? Oh
mother of God..
“kerjain soal ini gin”
“nggak mau”
“apa perlu gue bilang ke tante lagi?”
“lo bener bener ya dig…”
Aku terus memandangi kertas folio
berisi lima soal dari diga yang HARUS aku kerjain malam ini. Gimana besok? Besoknya
lagi? Dan lagi? Mungkin lama-lama dia bakalan kasih gue 3000 soal semalam dan
tertawa jahat di depanku.
“udah nih”
“salah semua, ulangin lagi”
“apa? yang bener aja? Lo kan belum
liat jawaban gue dig? Main tebak salah! Lihat dulu jawabannya!”
“gue udah liat, udah deh lo kerjain
ulang”
“sialan lo”
Aku terus menatap dia sengit, ada rasa
dongkol yang terus menerus meninggi di dada. Baru kali ini seumur hidup gue ada
yang ngerjain gue sampe sebegininya.
“udah selesei”
“nomer 3 dan nomer 5 masih salah gin,
coba lebih teliti lagi”
“terus apa gunanya elo ngajarin gue
kalau gue terus yang ngerjain??? Elo dong yang mustinya ngerjain!”
“cepetan kerjain lagi nomer 3 sama
nomer 5, atau mau aku panggilin tante?”
Aku lemas, dan kenapa jam disini jadi
sangat lamban? Kenapa jam 9 tuh lama banget. Akhirnya aku melamun sendiri,
ketawa-ketawa kecil, bayangin si diga dulu yang gendutnya abis-abisan. Udah kaya
anak gajah tau nggak. Tapi kok sekarang dia udah nggak gendut yah? Aku memandangi
diga yang sedang serius membaca buku. Entah buku apa itu. Lagi-lagi, aku ketawa
kecil.
“udah selese gin?”
“belum”
“nyerah?”
“iya..”
“kapan kamu remidi matematika?”
“seminggu lagi”
“oke udah cukup belajarnya. Besok gue
kasih soal baru dan lo musti bisa kerjain.”
“yang bener aja? Ini aja belum selese,
udah kasih soal lagi!”
Tanpa mendengar keluhanku diga
beranjak pergi sambil membaca bukunya, berlalu dari wajahku. Apa aku bilang,
dia bakalan kasih aku sejuta soal matematika!
______________________________________________________
Setelah berjuang menghadapi diga dan
soal matemetika remedial. Akhirnya aku medapat nilai delapan! Iya delapan
dengan usahaku sendiri, aku hampir menangis.. baru pertama kalinya aku mendapat
nilai matematika sebagus ini tanpa menyontek. Padahal hasil ulangan originalku
kemaren juga cuma hasil contekanku saja yang benar. Diga bener-bener guru
private yang killer. Setiap kali aku nggak bisa ngerjain satu soal saja, dia
bakalan ngadu ke mom. Dan mom ada monster yang sangat… membuatku frustasi.
Matematika? Kamu mati ditanganku
sekarang! Dengan langkah bangga melewati gerbang sekolah dan melambaikan tangan
senyum bahagia, aku mencari mobil jeep yang biasanya digunakan diga untuk
menjemputku. Iya dia sepupu, guru, dan supirku.
_________________________________________________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar