SECANGKIR RINDU, UNTUK DIGA
*Berdua
saja, with DIGA PRATAMA
(part 3)
Ternyata belajar itu tidak seperti
yang aku bayangkan. Semuanya menjadi lebih baik, mom and dad juga sekarang
lebih percaya sama aku tentang nilai-nilaiku. Ternyata juga diga orangnya baik,
iya walaupun dia agak songong kalau lagi ngajar, tapi banyak sisi kebaikannya
juga. Aku masih inget banget waktu aku lagi di ajarin pelajaran IPA, iya IPA.
Aku malah ketiduran di meja belajar karna mungkin hari itu kecapean dan hanya
ditinggal turun diga ke dapur di lantai satu. Kalau dia jahat, aku yakin aku
bakalan di siram pakai air, dan dia akan memaki-makiku. Tapi nyatanya, dia
malah memindahkan aku ke kasur dan menyelimutiku. Iya memindah yang berarti
menggendongku dari meja belajar kekasur.
Sekarang, aku yang kecanduan
pelajarannya diga. Kalau saja dia ijin tidak mengajar, satu malam saja karena
ada keperluan yang nggak bisa ditinggalin, aku bakalan minta double jam di hari
berikutnya. Iya aku serius. Diga benar-benar membuatku mencintai pelajaranku.
“gin…”
Aku terbangun dari lamunanku, diga
sekarang berdiri di ambang pintu kamarku. Memakai kaos oblong putih, rambutnya
masih berantakan, dan menguap. Lalu tersenyum kecil.
“kenapa?”
“tante sama om mana?”
“mereka ke Pekanbaru”
“sejak kapan?”
“tadi pagi”
“tadi pagi? Yang bener aja? Kok aku
nggak denger apa apa sih gin?”
“liat deh, sekarang jam berapa”
“astaga! Jam 12 siang??”
“iya”
Aku masih pasang muka agak cuek. Tapi
aku terkekeh melihat dandanan kesehariannya. Dia akan berjalan bolak balik
kesana kemari dengan rambut yang seperti itu.
Tiba-tiba diga menatapku curiga, dan
mulai mendekatiku. Sekarang dia duduk tepat di depanku. Diga mencubit pipinya
sendiri dan memandangku lagi, kali ini lebih dekat. Aku terdiam.
“woy!” kataku akhirnya mengagetkan
diga
“gin, gue laper”
“hah?” kataku gagap
“lo bisa masak?”
“bisa”
“masak apa?”
“mie instan” kataku enteng dan tersenyum
“halah dasar anak cewek! Nggak bisa
ngapa-ngapain lo ya??”
“yeeeeee, biarin. Kalo mau makan masak
aja sendiri”
Diga bangkit, lalu dengan cueknya
berjalan menghilang, aku mendengar dia menuruni tangga dan memutar air kran di
dapur. Iya dapur. Dia beneran mau masak? Biarin ajalah. Diga masak sendiri buat
dia kan? Masakannya nggak enak bodo amat.
Lalu aku berbaring ditempat tidurku
lagi, mengingat-ngingat lagi kejadian masa kecil dulu bersama diga. Sama arya,
sama putri. Aku ketawa-ketawa kecil dan berusaha untuk tidak mengeluarkan
suara. Ada kalanya semua itu membuat aku rindu. Tapi sayang putri sekolah di
australi, karena memang papahnya asli orang sana. Kalo arya, setahuku dia
sedang mengambil kuliah juga bukan? Tapi entah dimana.
Ada bau makanan dari dapur, rasanya
bau ini.. aku menuruni tangga, tepatnya agak berlari lalu aku melongo dan
menghampiri diga. Dia sedang duduk manis di meja makan dengan membawa dua
piring yang berisi makanan.
“lo delivery darimana dig?”
“bukan urusan lo”
“emang itu namanya apaan? Keliatannya
enak banget, boleh cobain nggak?”
“ini namanya chicken steak cheesy,
kalo yang ini nasi goreng (masa lo nggak tau?) tapi dikasih sedikit wortel and
sosis”
Glek. Entah darimana diga bisa
mendapatkan makanan itu semua. Aku duduk persis didepannya.
“lo mau gin?”
“iya, boleh nggak dibagi dua?”
“nggak boleh, enak aja”
“ayolah diga, lo tega sepupu lo mati
kelaperan?”
“tega dong”
“diga please, gue mau dong
steaknyaaa…..”
“ada, tuh ambil didapur”
Aku langsung berlari kedapur, mencari
steak yang di katakan oleh diga.
“mana dig… kok nggak ada yaaa?”
teriakku dari dapur
“emang nggak ada, hahahaha”
“dasar lo kucing sempoaaa! Ngerjain
orang kelaperan! Gue harap malaikat catet tuh kejahatan elo!”
“hahahaha, udah sini makan steaknya”
“mana steaknyaaaaa?”
“iya ini dimeja makan, orang gue cuma
masak satu doang, sejak kapan gue suka makan ayam kaya gitu. Gue masak kaya
gitu yang pasti buat elo lah”
Aku menghampiri diga, lalu duduk lagi
didepannya. Dan langsung melahap steak yang ‘katanya’ hasil masakan diga.
“ini beneran lo yang masak dig? Gila!
Enak banget, lo kok nggak pernah cerita sama gue kalau lo pinter masak? Terus
gimana caranya? Kok steaknya bisa kaya gini rasanya, sumpah! Ini steak terenak
yang pernah gue makan!”
“astaga, lo makan ngomong terus sih
gin”
Ternyata selain pinter, dia juga jago
masak. SEMPURNA! Untuk ukuran cowok yang seperti dia, dia ya…. Lumayan ganteng
lah. Badannya bagus, tinggi dan alisnya itu loh. Waaaah betapa beruntungnya
aku. Walaupun mom nggak ada dirumah, tapi ada yang akan masakin buat aku. Dan
masakannya lebih enak dari mom!
Malam ini, aku melamun lagi di kamar.
Sengaja pintu kamarku aku buka lebar. Iya aku sengaja agar diga sesekali melihatku dan memastikan aku
baik-baik saja. Mom akan lama di pekanbaru. Dan benar dugaanku diga berangsur
mendatangiku, tiba-tiba dia mengambil alih kasurku. Iya tidur disampingku
sekarang!
Jantungku tiba-tiba berdetak sepuluh
kali lebih cepat, aku tidak sanggup memandanginya jika sedekat ini. Dan selama
ini, diga baru tidur disampingku. aku masih terdiam, dia pun juga. Rasanya aku
ingin sekali memberhentikan waktu sekarang.
“gin.. lo tau nggak?”
“apa” kataku masih menatap ke
langit-langit
“gue mau pulang kesurabaya setelah
tante sama om pulang”
Aku tertegun dan langsung menatapnya.
“ya bagus kalau gitu, kenapa nggak
dari kemaren aja pulangnya?” kataku ketus
(lo mau pulang?? Ngapain?? Bukannya kuliah lo
masih lama?”)
“hmm”
Diga mendesah. Aku berpaling lagi
menatap langit-langit.
“besok gue anterin lo kemana gin?”
“lo mau pulang gara gara gue rewel
minta dianterin kesana kemari ya dig?”
(lo beneran mau pulang dig? Jangan ngalihin
pembicaraan doong)
“nggaklah, gue udah biasa ngadepin lo
yang rewel”
“besok gimana kalau kita ke kampus
lo?”
“kampus gue? Ngapain gin?”
“gue kan mau cari referensi,
barangkali aja gue tertarik kuliah disana”
“otak lo nyampe nggak? Hahahaha”
“hih! Gue kan sekarang udah pinter”
“siapa dulu yang ngajarin”
“hahaha, iya deeeh.. diga sensei”
“ya udah besok kita ke kampus ya?”
“oke”
Diga malah menutup matanya dan
tertidur begitu saja, mom.. kita tidur
berdua di kasur yang sama? Bolehkan? Toh kita nggak ngapa-ngapain.
Aku manyun. Diga bener-bener
keterlaluan, dia menempelkan fotoku yang sedang tertidur di dinding kamarku!
Dia bener-bener ngerjain aku habis-habisan! Jadi semalem dia itu tidurnya
pura-pura? Sialaaaan!
Setelah memakinya, akhirnya kita
sampai di Tri sakti. Iya kampusnya diga. Aku mulai berjalan bersamanya. Aku
senang, entah kenapa aku merasa sangat bahagia ada di sampingnya, aku nggak tau
kenapa. Mungkin karena tali persaudaraan kita begitu erat. Aku sering
memandanginya begini. Dia sangat manis.
Tiba-tiba ada seorang cewek berambut
panjang memeluk diga dari belakang dengan mesrah. Aku kaget. Ada gusaran didada
ini. Pelukannya begitu lekat. Begitu dekat. Apa dia pacar diga? Selama ini,
diga nggak pernah bilang kalau dia punya pacar.
“diga ayo makan…… lo kemana aja sih?”
katanya manja
“makan? Oh iya, ayo gin kita makan”
ajak diga
“nggak, gue mau kesana aja, lo makan
aja sama dia”
“oya kenalin, gue marina”
“gue gina”
Aku melesat cepat meninggalkan diga
dan pacarnya. Iya ada rasa panas yang tiba-tiba merundung ditubuhku. Rasanya
aku ingin membanting dan mematahkan sesuatu yang ada didepan mataku. Kenapa aku
sebego ini? Ini nggak mungkin! Aku dan diga adalah adik kakak sepupu! Dan diga
punya pacar! Sebenarnya ada apa denganku Tuhan..
“halo?”
“iya”
“lo dimana gin?”
“ditaman”
“oh iya oke”
“udahlah, mendingan lo makan siang
dulu sama pacar lo itu”
“pacar? Siapa?”
“marina tadi”
“bukan gin, dia bukan pacar gue”
“terus?”
“dia buka pacar gue dan lo orang yang
special buat gue”
Ada tangan yang menggandeng tanganku.
Iya ternyata diga sudah ada disampingku. menggandeng tanganku. Kita masih
memegang handphone masing-masing.
“maksud lo orang special?” aku masih
berbicara ditelephon padahal diga persis berdiri disampingku dan mengGANDENG
tanganku
“entahlah”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar