SECANGKIR RINDU UNTUK DIGA
*SURABAYA, I
AM COMING
(Part 4)
Aku menangis tak terhenti, malam ini
lagi-lagi aku mengingat semua kebersamaanku dengan diga. Walaupun baru dua
minggu dia di Surabaya, aku benar-benar sangat merindukannya. Dan bahkan dia
tidak menelponku, dia hanya mengupgrade instragramnya beberapa hari yang lalu.
Dia mengupload foto lollipop warna warni yang mungkin saja baru dia beli.
Aku terus mondar mandir dikamar.
Rasanya aku ingin sekali terbang kesana! Terbang? Oh Tuhan, kenapa baru muncul
ide itu. Aku langsung menghapus air mataku yang sedari tadi mengalir. Lalu
berlari menuju ke kamar mom.
“mom” kataku dengan muka sedatar
mungkin, dengan menenteng buku Statistik yang akan menjadi alasan terkuatku
kali ini.
“kenapa gin? Jangan bilang mau nanya
tentang Statistik yah”
“loh? Mom kok gitu banget sih? Terus
gina musti nanya siapa dong? Mom maunya gina pinter, tapi mom nggak mau jawab
pertanyaan gina!” aku memasang muka kesal
“Tanya dad gih”
Aku langsung melirik ke arahnya. Dad
memandangku curiga, dia masih memegang erat majalahnya dengan seksama.
“kau cari sajalah di google gin, jaman
sekarang kan apa-apa sudah canggih”
“tapi dad! Aku juga perlu penjelasan
lisan, aku kan emang butuh lebih pengertian sama pelajaran. Dad, ayolah”
“kau telfonlah diga”
“diga?” aku tersenyum dalam hati,
tepat sasaran.
“iya, kau kan bisa hubungi dia, dia
itu kan hanya liburan. Pasti banyak waktu luangnya”
“aku udah telfon dia kok! Tapi nggak
di angkat”
“ya sudah, dad telfon saja ke om farid,
nanti kau minta sambungkan saja ke diga yah”
“oke”
Aku langsung merebut handphone dad,
rasanya aku ingin tersenyum lebar saat ini, aku beranjak lari ke kamar. Baru
kali ini, dadaku berasa begitu bergetar, rasanya sudah seribu tahun aku tidak
mendengar suara diga. Dan kali ini, aku akan menelfonnya melalui om farid.
“hallo, iya kenapa kris?”
“ini aku om, gina..hehehe” kataku agak
sedikit grogi
“oh..ginaaa, tumben sekali kau telfon
sayang, ada apa? Tumben kau telfon pakai nomer daddymu, bagaimana kabarmu
disana? Baik kan? Mommy juga? Masih cantik dia?” (tertawa terbahak)
“iya nih om, gina kangen sama om sama
tante juga, mom sama dad baik semua….”
“oh baguslah, ngomong-ngomong ada apa
kau menelfon om?”
“aku mau ngomong sama diga om, eh!
Maksudku mau tanya tentang pelajaran”
“pelajaran? Oh baiklah, kau beruntung sekali
gina, diga baru saja pulang”
“boleh bicara nggak om sama diga”
“boleh, sebentar yah..om sambungin”
Akhirnyaaa, sebentar lagi. Aku bakalan
ngomong sama diga. Aku sangat tidak bersabar.
“halo..”
“halo dig..”
“iya gina, kenapa?”
“aku mau nanya pelajaran” (aku kangen
sama kamu)
“iya gina, pelajaran apa?”
“Statistik” (kamu nggak kangen sama
aku?)
“iya, kenapa? Coba bacain soalnya”
“hah?” (kamu kenapa sih? Nggak peka
banget!)
“halo…”
“iya dig..” (kamu beneran nggak kangen
sama aku diga? Aku nelfon kamu kan bukan karna buat nanyain pelajaran, aku
tuh…)
“sayang…”
“apa? Diga, aku kira kamu benar-benar
amnesia tentangku! Kamu kemana aja? Kenapa nggak pernah bbm aku? Aku telfon
juga nomer kamu sering nggak aktif..kamu jahat”
“loh? Tuh kan baru nelfon aja kamu udah
marah-marah, apalagi kalau kita ketemu?”
“aku tuh kangen, bukan marah-marah!
Lagian kamu liburan kok lama banget sih! Aku kan kangen banget sama kamu…
liburan tahun kemaren kamu tiap hari nelfon, sekarang malah nomer kamu nggak
diaktifin”
“iya iya..maaf..”
“lagian kenapa sih? Kamu juga nggak
cerita apa-apa tentang liburan kamu kali ini”
“iyaaa bawel… aku sempat sakit loh
kemaren”
“hah sakit??? Kenapa kamu nggak
ngomong sama aku..” (sakit? Benarkah..)
…………………………………..
Mungkin ada baiknya kalau aku nyamperin
diga ke Surabaya? Bukankah aku sudah lama tidak mengunjungi om dan tante? Ah
dad sama mom pasti juga sangat setuju dengan ideku ini. Yah.. betul. Aku akan
menyusul diga ke Surabaya. Aku akan melihatnya lagi. Aku akan berbicara panjang
lebar dengannya lagi. Aku benar-benar telah merindukan diga.
Setelah memohon kurang dari seribu
kali, akhirnya mom and dad menyetujuinya. Sebenernya mom and dad telah
membelikanku tiket ke singapur, tanpa sepengetahuanku. Iya ke singapur untuk
liburan.
*Surabaya (Rumah Diga)
“tante?”
“ya ampun ginaa, kau sudah datang. Kau
ini tambah cantik saja yah..”
“makasih tante” kataku tersenyum
sembari melihat-lihat suasana rumah diga yang benar-benar berubah.
Seharian ini aku dengan tante ke salah
satu mall disurabaya, kami keliling mall dan membeli beberapa baju serta make up.
Aku berjalan dengan orang yang telah melahirkan diga, diga yang sangat aku
cintai. Terkadang ada rasa takut yang sangat mendalam, kalau mengingat status
kita sebagai saudara.
Aku mengajak tante makan siang di salah satu restoran favoritku, ada chicken katsu yang sangat enak disana. Dan tante
menyetujuinya. Tante sangat berbeda dengan anaknya sendiri, diga sama sekali
tidak menyentuh makanan yang ada dagingnya sedangkan tante, dia bahkan termasuk
orang yang doyan makan daging-dagingan sama sepertiku. Syukurlah, ternyata
masih ada keluarga diga yang normal yang mau makan daging. Mungkin ayah diga
adalah virus dari semua kelakuan diga, yang susah ditebak. Tiba-tiba baik,
tiba-tiba cuek, tiba-tiba marah.
Aku masih inget, waktu itu aku baru
selesei kuliah jam tiga sore, aku tidak tau menahu kalau diga akan menjemputku,
sedangkan dia bilang dia akan ada kuliah sampai jam lima. Karna itu aku
menerima andika mengantarkan aku pulang. Setiba dirumah diga terlihat sangat
cuek, diam dan tidak seperti biasanya. Tiga hari kemudian, aku baru tahu bahwa
waktu itu diga mengikutiku dengan andika, diga
bukan cuek, dia cemburu. Iya aku tau itu.
Malam ini malam pertamaku di Surabaya,
dirumah diga. Di kamar tamu. Memang kamar kita terpaut jauh, kamar diga ada di
lantai dua sedangkan kamar tamu ada dilantai satu. Tidak seperti dirumahku,
kamar kita bersebelahan sehingga aku setiap saat melihat kelakuannya. Ini sudah
menunjukan jam sepuluh malam, tapi diga belum juga kembali. Bahkan mungkin diga
belum tau, aku berada disini. Nomernya masih tidak aktif.
Aku beranjak menuju dapur, perutku
melilit pertanda lapar. Aku mencari roti yang tadi siang aku beli di mall. Tiba-tiba
suara pintu depan terdengar, jantungku mau copot, siapa yang datang
semalam ini. Aku hampir meloncat seperti aktor kungfu hustle
setelah melihat sesosok manusia memakai jaket bertopi memandangiku. Aku menelan
ludah.
Setelah beberapa menit dia melihatku,
tiba-tiba dia menarikku ke kamar, dan membungkam mulutku persis di
sinetron-sinetron. Aku mau menjerit tapi takut, dia membawaku kekamar tamu yang
telah menjadi kamarku, ada banyak pikiran terlintas di benak. “kenapa dia tau letak kamar?, kenapa dia
bisa membuka pintu yang sudah dikunci?, dan kenapa dia tau ada anak gadis
secantik aku disini?” pikiran konyol yang tak pernah bisa aku hilangkan.
“selamat malam sayangku gina”
Aku membelalak melihat orang aneh ini
membuka topinya, ternyata dia adalah pacarku sendiri, diga. Tidak heran kan dia
bisa membuka pintu? Tau dimana kamar tamu? Dan ..
“kok kamu tau aku disini?” kataku
ketus
“feeling”
“terus puas udah ngerjain aku kaya
tadi?”
“belum puas”
“aaa diga kamu jahat!”
Tangannya menutup mulutku, aku
terdiam. Dan dia berbisik pelan ditelingaku.
“jangan keras-keras nanti mama tau aku
disini”
“emangnya kenapa” jawabku pelan
“sudahlah lupakan”
Diga melihatku, dan dengan cepat
memelukku. Aku paling tidak tau apa yang ada dalam pikirannya itu.
Jail-Diam-Peluk. Manusia macam apa seperti itu?
Liburanku telah berlalu, kami
memutuskan pulang ke Jakarta bersama. Aku sangat bahagia, tante dan om farid
sangat baik kepdaku. Apalagi dia, dia mengajakku berkeliling Surabaya. Ada rasa
yang berbeda, ketika aku didekatnya, aku akan merasa yakin bahwa diga
benar-benar mencintaiku dan akan terus bersamaku, tapi ketika diga pergi
sendiri tanpaku, dia seperti akan hilang, dan tidak akan pernah kembali lagi.
Makanya aku terus berusaha selalu ada di dekatnya. Tidak peduli bagaimana
caranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar