Secangkir rindu untuk Diga
*Saudara
atau Pacar?
(part 5)
(part 5)
Kuliah hari ini sangat membosankan. Apalagi
diga yang seharian ini belum memberi kabar padaku. Aku membelikannya sebuah
kado kecil. aku selalu membayangkan wajah polosnya ketika baru saja terbangun
dari tidurnya. Wajahnya akan benar-benar terlihat lucu. Rambutnya berantakan. Iya
aku sering sekali mengintipnya ketika dia benar-benar terbangun oleh tidurnya
setiap pagi.
Aku berniat datang melihatnya bermain
basket setelah kelasku selesei. Aku juga tidak lupa membawakan handuk kecil,
pocari sweat, dan roti keju kesukaannya. Suara ibu dina membangunkan lamunanku,
wah.. dia memang dosen paling bawel yang pernah aku temui di dunia ini. Terkadang
aku terheran-heran, wajahnya memang lumayan cantik, tapi galaknya luar biasa,
apalagi kalau-kalau ada mahasiswa yang tertidur atau ngobrol di kelasnya,
mereka akan berada di ujung kematian.
“gina, maju presentasi sekarang”
“iya bu” aku mengumpat dalam hati. Kenapa
ibu dina selalu mengenal namaku dengan lengkap. Dia menganggapku mahasiswa yang
paling mendengarkan ocehannya. Padahal aku hanya ingin berada di titik aman
dengan selalu diam disetiap kelasnya.
“lihat gina, dia sudah cantik, pintar
lagi? Kalian apa-apaan? Hah? Ini kan PR dari minggu kemaren, kenapa ada yang
sama sekali belum membuat rekapan untuk presentasi? Kamu doni! Kenapa buku
makro kamu masih sunyi sepi?”
Aku melirik kanan-kiri, aku baru sadar
ternyata sedari tadi ibu dina telah mengobarkan api kemarahannya. Aku menghela
nafas, untung saja aku sekarang rajin belajar. Ini semua karena diga, aku
sangat bersyukur karena diga telah hadir dihidupku, terima kasih Tuhan.
___________________________________________________________
Aku menyemangati diga dengan suara
sarauku. Aku meloncat-loncat ketika wasit membunyikan peluit yang berarti
permainan selesei dan tim nya diga menang.
“nih
minumannya” kataku sembari tersenyum bangga (diga tersenyum dan mengacak-ngacak
rambutku)
“makasih”
“keren
banget tadi, tumben kamu keliatan keren hari ini” kataku lagi
Seorang
teman diga tiba-tiba mendekati kami, namanya feri kalau tidak salah. Dia juga
terlihat dekat dengan diga. Mungkin salah satu teman akrabnya.
“hei”
sapanya
“hei
juga” kataku singkat dan tersenyum
“eh
dig, dia gina kan? Sepupu lo?”
“iya”
Aku
terdiam, ada rasa yang ingin aku ledakan sekarang. Lagi-lagi diga mengakui aku
sebagai sepupunya lagi. Bukan sebagai pacarnya. Mukaku memerah, bukan malu tapi
marah. Tiba-tiba aku ingin sekali pulang.
“diga,
aku mau pulang” kataku dengan wajah datar
“kok
gitu?” Tanya feri
“aku
ada keperluan sama mom” kataku mengarang
“iya
hati-hati” kata diga
Aku
melihatnya, ada air di mataku yang hampir terjatuh. Aku menahanya dan langsung
menghilang dari diga dan feri. Aku berlari menjauh dan mengusap air yang
tiba-tiba mengendap di kelopak mataku.
___________________________________________________
“gin”
Tanganku
ada yang menarik, aku masih berdiri menahan tangis di depan gerbang. Tapi ternyata
pertahananku memudar, aku menangis. Aku benar-benar menangis lagi untuk
kesekian kalinya. Karena status aku dan diga yang tidak pernah mereka tahu.
“gina
sorry.. aku nggak tau musti gimana lagi, mereka semua udah tau kalau kita
memang saudara”
“…..”
“gina
please..ngomong”
Tangisanku
lebih menjadi-jadi.
“seharusnya
dari awal kamu nggak usah jatuh cinta sama aku!” bentakku sambil menangis
“gin..”
“kamu
selalu aja bikin aku nangis! Kamu nggak pernah mau ngakuin ke orang-orang kalau
pacaran! Kamu nggak pernah tau perasaan aku!”
“tapi
gin..”
“apalagi?!
Kamu marah sama aku kalau aku deket sama cowok lain! Kamu nggak pengen aku
deket sama yang lain! Aku bahkan nggak boleh ikut camping kelas waktu itu
karena ridho ikut? Iya kan?!!!! Kamu boleh cemburu, tapi apa?? Kamu sama sekali
nggak pernah tau perasaan aku.. waktu kamu bilang kita cuma saudara..”
“……”
“aku
selalu diam dari dulu, aku menghargai mereka semua temen-temen akrab kamu. Tapi
apa kamu nggak….” Aku terdiam. Aku melepaskan tangan diga yang sedari tadi
menahanku pergi. Pas sekali ada pak darto. Aku langsung menyelinap ke mobil. Pak
darto seperti malaikat saat ini, aku baru menelponnya 10 menit yang lalu.
____________________________________________
Malam
yang sunyi, kamarku sunyi sekali. Dad sama mom juga belum pulang. Aku baru
inget kalau mereka ada acara di kantornya dad. Itu artinya lagi-lagi aku akan
berdua dengan diga semalaman ini. Aku malas, tapi mataku tetap saja tidak bisa
terpejam.
Tidak
ada suara apapun di rumah sebesar ini selain detak jarum jam. Aku juga tidak
mendengar apapun dari kamar diga. Tapi aku sudah melihatnya pulang tadi sore. Apa
mungkin aku terlalu kekanak-kanakan? Untuk masalah status.. ini memang bukan
salah diga sepenuhnya kan? Wajar saja dia memberitahu teman-temannya kalau aku
ini adalah saudara sepupunya, dan memang kenyataannya begitu bukan?
Aku
hampir meraih gagang pintu kamar diga, tapi aku membatalkan niatku lagi. Sepertinya
diga sudah tidur karena kecapean. Aku takut mengganggu. Dering telfonku berbunyi,
aku berjalan lemas kembali ke kamarku. Aku melotot melihat siapa yang
menelponku. *Sayangku Diga*
“halo..”
“iya..”
“maafin
aku ya gin..”
“hmm”
(ini beneran kamu dig?)
“gin…maafin
aku yaa..”
“kamu
dimana dig?”
“dikamar”
“terus
ngapain telpon?” (kamu lagi gila ya dig?)
“soalnya…”
“soalnya
kenapa?” (aku tersenyum)
“aku
takut ngeliat kamu marah kaya tadi sore, ih galak banget”
“aa..aapa?”
(sialan!)
“maafin
ya?”
“nggak
mau”
“kenapa
nggak mau, nanti cantiknya ilang loh..”
“biarin”
“ayo
dong maafin aku…”
“kamu
musti kesini, baru aku maafin”
“kalau
aku kesitu, bakalan di marahin lagi nggak?”
“tergantung”
“kok
gitu sih?”
“maunya
gimana?”
Diga
sudah diduduk di sebelahku. Tapi kita masih berbicara didalam telephon.
“sekarang
udah dimaafin belum, haloo?”
“belum”
“kenapa?”
“kamu
belum peluk aku”
“hah?”
“kenapa?”
“takut”
“kenapa
takut?” kataku terheran-heran
“pas
lagi aku peluk tiba-tiba nanti kamu marah kaya serigala terus gigit aku. Kan gawat?”
“apa???”
aku langsung melirik ke arahnya. Bibirku manyun tidak terkira. Aku merasakan
kehangatan pelukannya. Aku terdiam. Hatiku diam. Jantungku juga terasa diam.
“gina..aku
sayang sama kamu, aku nggak mau bikin kamu sedih”
To
be continue..