Cinta Sendiri (Part 2)
Sesampainya di terminal lebak bulus, aku
mengelus rambut alika dengan gemas, aku harap kepergiannya untuk beberapa hari
tak akan menjadi alasan alika tidak menghubungiku, setidaknya mengirim sms. Sesekali
dia melirik genit kepadaku, aku hanya tersenyum. Entah apa yang ada dipikiranku
saat ini, alika benar-benar membuatku tergila-gila sampai aku lupa kalau alika sudah
mempunyai seorang kekasih.
Lima menit lagi bisnya akan pergi, alika masih
menatapku tajam, aku tahu dia tidak ingin aku pergi sebelum dia pergi. Aku memang
sudah terhipnotis dengan mata kecilnya itu, bahkan senyumannya adalah anugrah
terindah dari Tuhan untukku.
‘kris?’
‘iya nyonya, lagian aku kan belum pergi,
jarak kita aja nggak ada tiga meter, ngapain nelpon segala? Kasian loh
operatornya ngurusin hal-hal kayak gini’ kataku
‘ih kamu mah! Ya udah aku nggak mau nelpon
kamu lagi’
‘idih langsung marah dah, iya… aku nggak
akan pergi kok sebelum kamu pergi’
‘bukan itu..’
‘terus apa?’
‘kayaknya ada yang ketinggalan deh,’
‘apalagi? Tadi kan udah di cek semua sama
mama ka..’
‘hati aku ketinggalan di adit kris, hehehe’
‘hyaaaah.. ni cewek doyan ngegombal banget,
udah gitu bukan sama orangnya lagi.. ini gue loh kris! Sekali-kali ngegombalin
gue kenapa?’
‘ciyeee, kris cemburu yaa? Tapi ada yang
lebih penting dari hati loh..’
‘apaan?’
‘jiwa aku masih belum dimiliki siapa-siapa’
‘waaaah kode nih kayaknya’ kataku sekenanya
‘kode apaan?’
‘kode buat Tuhan, katanya jiwa kamu belum
dimiliki siapa-siapa, hahaha’
‘krissssssss’
‘buset, telingan aku sakit ka’
‘lagian kamu mahhhh…..’
Aku hanya tertawa geli mendengar ucapannya,
lalu aku melihatnya kembali. Bye alika. Hari ini aku hanya akan melewati
hari-hariku tanpa alika, setidaknya aku bisa bernafas lega tidak mendengar alika
menyebut nama adit terus-menerus.
Aku ingat sekali kejadian yang membuatku
terkadang ingin menuntut keadilan kepada alika, sedang parah-parahnya aku
mencintainya, alika dengan bebasnya mengobrak-abrik hatiku, tetapi terkadang ia
sering kelihatan seperti kesepian, terkadang aku merasa aku bukanlah siapa
siapa untuknya.
Senja hampir saja hilang, tapi kecerahan
langit begitu saja mengalahkannya. Angin sepoi masih membelai pundakku, seakan
ingin meredakan aku dengan segala gundah di pikiranku, aku memang tengah
sungguh mencintai alika.
Aku berjalan menuju parkiran mobil, langkah
kakiku lambat tapi pasti. Tiba-tiba aku teringat satu pelukan yang aku terima
dari alika, tepat di hari ulang tahunku. Alika lah yang selalu mengucapkan
selamat ulang tahun kepadaku, dialah orang pertama yang membuatku menyukai
ulang tahunku, kue kecil, kado yang lucu dan kebersamaanku dengannya.
Ringtone handphoneku berbunyi, ternyata
Ayah lagi-lagi meneleponku. Dia selalu memaksaku untuk pindah ke jerman. Jerman?
Mungkin aku akan pergi kesana kalau nanti alika menikah.. tetapi bukan
denganku. Selama ini aku merasa baik-baik saja, mungkin ada sedikit rasa
nyeri-nyeri karena aku mencintainya dan dia tidak mencintaiku.
‘iya pa, kenapa?’
‘Kris.. kapan kamu akan kesini? Papah sudah
bilang beberapa kali sama kamu? Ibumu juga sangat merindukanmu.. ayolah’
‘pah, kan aku lagi kuliah lagian ribet juga
kan harus pindah-pindah kuliah? Susah’
‘biar papah yang urus semua itu kris, itu
gampang’
‘pah, aku sudah besar, aku bisa mandiri,
mungkin suatu hari nanti aku akan kesana.. atau juga papah dan mamah yang ke
indonesia’
‘maksud kamu apa?’
‘pah, aku ada kelas tambahan, lagian
akhir-akhir ini tugasku banyak pah, salam buat mama ya’
Aku menghentikan percakapanku dengan ayah,
kini malam menyelimutiku.
Sudah hampir pukul Sembilan malam, tetapi alika
belum memberi kabar kepadaku. Benar-benar anak ini membuatku khawatir. Aku hampir
memejamkan mata, rasa kantukku silih berganti dengan rindu.
‘halo kris??’
‘iya ka.. kamu udah sampai bandung?’
‘udah dong..’
‘kenapa baru telpon sih? Aku khawatir’
‘iya maaf.. tadi aku telponan sama adit
dulu.. kasian kan dia lagi sakit, aku tinggal-tinggal begini.’
‘oh gitu.. ya udah kamu istirahat yah ka’
‘oke bos, thanks ya udah mau nganterin aku
kris’
‘iya nyonya..’
Aku ingin memaki rindu yang menggebu,
sadarlah kris! Alika sama sekali tidak tertarik padamu. Kini tiba-tiba perih di
hati, rasanya ingin mati saja ketika aku mendapat serangan nama ‘adit’ dari
bibir alika. damn.
-------------------------à
Pagi ini aku harus menjemput prita, teman
masa kecilku dulu di jerman. Prita mengambil kuliah di Indonesia. Untung bahasa
indonesianya sudah bagus, kalau belum aku bisa kelabakan, aku tinggal di jerman
hanya satu tahun, dan 23 tahun aku habiskan di Indonesia.
Aku harus pergi sepagi ini untuk bisa
sampai tepat waktu di bandara soekarno-hatta, maklum ini jakarta, kemacetan adalah
hal yang biasa.
‘Hai kris’
‘hai prit, gimana kabar kamu?’
‘baik, kamu gimana? Wah kok Tuhan baik
banget ya sama kamu, kamu jadi kelihatan sedikit ganteng loh’
‘sedikit?? Nggak salah denger nih? Disini banyak
banget cewek yang suka sama aku loh, hahahaha’
‘aku nggak pernah percaya sama kamu kris,
hahaha’
‘kenapa?’
‘kamu pikir kamu siapa? Hahahaha’
‘sialan nih bocah’
Prita langsung menggandeng tanganku, aku
sedikit kaget. Tapi sudahlah, toh dia hanya seorang prita. Genggaman tangannya
terasa sangat berbeda, tidak seperti aku menggenggam tangan alika. astaga,
kenapa selalu alika yang ada dipikiranku. Apakah aku sejelek itu? Sampai-sampai
tidak ada yang mau menggandeng tanganku selalin Prita dan alika?
Alika? ada apa dia menelponku siang-siang
bolong begini, bukannya dia ada jam kuliah?
‘halo?’
‘kris? Bisa nggak kamu jemput aku sekarang?’
‘kenapa ka?’
‘adit kris, dia masuk rumah sakit’
‘hah? Dia kenapa?’
‘aku nggak tau, tolong kamu kesini
sekarang, aku nggak tau harus minta tolong sama siapa lagi’
‘iya, aku kesana sekarang’
Hatiku terenyuh sejenak. Aku menatap prita
dengan gelagap, aku meminta ijinnya untuk sekalian menjemput alika, dan dia
menyetujuinya.
------------------------------à
Alika langsung membuka pintu depan mobil
tanpa tau kalau prita sudah duduk manis di depan, dia sedikit kaget. Mungkin karena
penampilan prita yang sedikit terbuka dengan hotpantsnya.
Alika memandangku dengan heran, wajahnya
ingin mengetahui siapa yang duduk tersenyum tepat disampingku. aku langsung
mengenalkannya kepada alika. dan tanpa basa-basi kita bertiga langsung meluncur
ke rumah sakit tebet, tempat adit di rawat sekarang.
‘adit sakit apa ka?’ tanyaku
‘nggak tau kris, tadi yang nelpon juga
tante, maksudku ibunya adit, dia bilang semalaman adit demam tinggi’
‘oh gitu.. yang sabar yah ka’
Oke, aku juga harus mengucapkan sabar
kepada diriku sendiri, aku terlalu takut alika bersedih, aku tidak mau alika menangis,
aku tidak mau alika…
Prita hanya diam di antara kita tanpa
sepatah katapun. Alika terlihat terus berdoa, mungkin untuk kesembuhan adit,
tanpa tau lukanya hatiku.
Tunggu
sambungannya lagi yaaa…. J